Minggu, 20 Juni 2010

PERAN PENYULUH KEHUTANAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA HUTAN

Usmadi Sulaeman

I. PENDAHULUAN

Kebijakan pembangunan nasional khususnya pembangunan kehutanan sebagaimana tertuang dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1999, Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan dalam peraturan perundangan lainnya telah mengalami perubahan ke arah yang lebih menitik beratkan upaya pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah berusaha mengoptimalkan keterlibatan aktif masyarakat, terutama masyarakat desa hutan, yaitu masyarakat yang hidup dan kehidupannya bergantung pada sumberdaya hutan. Tujuannya antara lain membangun masyarakat desa hutan sejahtera, yang diukur tidak hanya dari kemajuan fisik dan ekonomi melainkan juga dari solidaritas sosial yang tinggi dan komitmennya terhadap pelestarian sumberdaya hutan dan lingkungan.

Penyuluh kehutanan memiliki peran yang strategis dalam upaya pemberdayaan masyarakat, karena penyuluh bukan saja berperan dalam prakondisi masyarakat agar tahu, mau dan mampu berperan serta dalam pembangunan kehutanan, akan tetapi penyuluh kehutanan harus terus menerus aktif dalam melakukan proses pendampingan masyarakat sehingga tumbuh kemandirian dalam usaha/kegiatan berbasis kehutanan.

Penyuluhan kehutanan pada hakekatnya adalah upaya pemberdayaan masyarakat, dunia usaha, aparat pemerintah pusat dan daerah, serta pihak-pihak lain yang terkait dengan pembangunan kehutanan. Kegiatan penyuluhan kehutanan menjadi investasi dalam mengamankan dan melestarikan sumberdaya hutan sebagai aset negara dan upaya mensejahterakan masyarakat.

II. PERAN PENYULUH KEHUTANAN

Peran penyuluh kehutanan dalam pemberdayaan masyarakat dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Pendamping Masyarakat
Kegiatan pendampingan terutama diarahkan dalam memfasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat dan kegiatan usaha ke arah masyarakat
yang mandiri berbasis pembangunan kehutanan.

1.1. Fasilitas Penguatan Kelembagaan Masyarakat

Sebagai tahap awal dari proses pemberdayaan masyarakat dan menjadi kunci untuk melihat keberhasilan penyuluh dan kegiatan penyuluhan dalam pembentukan dan pengembangan kelembagaan masyarakat di wilayah kerjanya.
Penyuluh kehutanan harus berperan dalam memfasilitasi penguatan dan peningkatan kapasitas pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan pentingnya kelompok/kelembagaan yang kuat dan mandiri. Pada gilirannya akan tumbuh kesepakatan, kerjasama, dan jaringan kerja (net working) antar kelompok, antar desa dan antar kecamatan.

Strategi pendekatan fasilitasi yang dilakukan antara lain : pemantapan organisasi kelompok; peningkatan kwalitasi managerial sistem usaha; pemantapan kesepakatan/aturan; pencarian bantuan sumber daya permodalan; sarana dan prasarana.

Indikator yang mencirikan telah terbentuk dan berkembangnya kelembagaan masyarakat yang kuat dan mandiri yaitu dengan kriteria sebagai berikut :

a. Terbentuknya kelompok tani dengan SDM anggota masyarakat yang mantap.
b. Memiliki organisasi dan pengurus serta mempunyai tujuan yang jelas dan tertulis.
c. Memiliki kemampuan manajerial dan kesepakatan/aturan adat yang ditaati bersama.

1.2. Pendampingan Kegiatan Usaha Masyarakat

Peran penyuluh kehutanan dalam pendampingan kegiatan usaha masyarakat berbasis kehutanan harus dilaksanakan secara terus menerus sejalan dengan tingkat produktifitas, jenis aktifitas dan sistem kegiatan usaha. Berkembangnya kegiatan dan usaha Kelompok Masyarakat Produktif Mandiri (KMPM) berbasis pembangunan kehutanan, mencirikan telah terwujudnya kemandirian secara sosial dan ekonomi.

Beberapa kriteria telah berkembangnya KPMK berbasis pembangunan kehutanan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Telah berkembang kelompok masyarakat dengan sistem usaha dan aktivitas kegiatan yang produktif berbasis pembangunan kehutanan.

b. Telah memiliki sumberdaya pendukung antara lain permodalan dan sarana/prasarana.

c. Telah berkembang kemitraan dengan multipihak sehingga terjadi sinergi dalam pemanfaatan fungsi sumberdaya hutan yang optimal dan lestari.

d. Kesejahteraan masyarakat secara sosial dan ekonomi meningkat.

Sistem usaha dan aktifitas kegiatan yang bersifat produktif dari KMPM
berbasis pembangunan kehutanan dapat berupa kegiatan dengan orientasi sebagai berikut :

a. Produksi hasil hutan : hutan produksi, hutan rakyat, hutan kemasyarakatan, agroforestry dan aneka usaha kehutanan.

b. Konservasi Lingkungan : Pengendalian kebakaran hutan, penangkaran satwa, budidaya flora/tanaman langka perlindungan sumber airdan lain-lain.

c. Usaha pemanfaatan jasa lingkungan : Hutan wisata.

Strategi pendekatan dalam pendampingan yang dapat dilakukan adalah melalui: asistensi teknis pelatihan/ alih teknologi mulai dari perencanaan, tehnik budidaya dan pengolahan hasil, keterampilan, sistem agrosilvobisnis dan lain-lain.

Fasilitas kemitraan dengan dunia usaha dan para pihak lainnya, antara lain dengan memperhatikan akses informasi teknologi dan pasar, insentif sumberdaya guna peningkatan usaha dan lain-lain.

2. Mengorganisir Masyarakat

Penyuluh kehutanan diharapkan mampu mengorganisir masyarakat (community organizer) yaitu dengan memfasilitasi masyarakat dalam membentuk kelompok-kelompok organisasi yang peduli akan kelestarian hutan dan lingkungan. Untuk dapat menggerakkan dan memotivasi masyarakat, penyuluh kehutanan harus aktif, terpercaya dan diakui integrasinya serta mampu meyakinkan dan kompeten dalam bidang tugasnya.

Beberapa indikator yang menunjukkan keberhasilan penyuluh dalam mengorganisir masyarakat antara lain :
a. Terbentuknya pusat/sentra penyuluhan di pedesaan.
b. Berkembangnya forum-forum di desa atau kecamatan yang peduli akan hutan dan pembangunan kehutanan.
c. Meningkatnya partisipasi masyarakat secara swadaya dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan.

3. Pengawal Pembangunan Kehutanan

Penyuluh kehutanan diharapkan mampu berperan dalam mengawal keberhasilan dari setiap program pembangunan kehutanan yang diprakarsai pemerintah. Keterlibatan dan partisipasi masyarakat akan sangat menentukan suksesnya suatu program.

Sosialisasi akan maksud dan tujuan serta manfaat dari suatu program perlu dilakukan agar timbul pemahaman yang baik dan menyeluruh. Dari hasil pengamatan lapangan, suatu program yang disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat menunjukkan tingkat keberhasilan yang lebih signifikan. Sebaliknya kegiatan yang dilakukan tanpa melalui upaya penyuluhan, tingkat keberhasilannya umumnya kurang menggembirakan.

Beberapa indikator yang dapat menimbulkan keberhasilan penyuluh kehutanan dalam mengawal pembangunan kehutanan antara lain :
a. Tercapainya volume fisik yang ditargetkan dan memenuhi kualitas yang dikehendaki.
b. Peningkatan pemahaman masyarakat akan maksud dan tujuan kegiatan dan menjadi kebutuhan baginya.
c. Kesediaan masyarakat untuk mengikutsertakan dana, asset, sarana/ prasarana, tenaga, dalam upaya mensukseskan program.

Sehingga mampu mempertahankan aneka usaha masyarakatyang berbasis kehutanan dan peduli kepada sumberdaya alam berupa hutan.

4. Mengamankan Aset Negara berupa Hutan.

Penyuluh kehutanan memiliki peran ganda yaitu selain sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat di bidang kehutanan, mereka juga mempunyai kewajiban untuk melakukan tugas perlindungan dan pelestarian hutan yang merupakan aset negara.

Penyuluh kehutanan dituntut untuk mampu mengajak masyarakat merasa ikut memiliki dan wajib memelihara, mempertahankan melindungi sumber daya hutan dari berbagai gangguan keamanan hutan (kebakaran hutan, penebangan liar, perambahan, dan sebagainya).

Beberapa indikator yang menunjukan keberhasilan penyuluh kehutanan dalam membawakan perannya sebagai pengaman aset negara berupa hutan antara lain:

a. Telah terdapat kesepakatan desa dalam melarang penduduk desa menebang kayu di kawasan hutan.

b. Telah ada upaya-upaya masyarakat sekitar hutan untuk mencegah terjadinya penebangan liar yang dilakukan pihak luar.

c. Telah ada ketentuan-ketentuan desa untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan.

Keberhasilan seorang penyuluh kehutanan untuk melaksanakan perannya dengan baik, tentunya tidak dapat ditentukan oleh faktor internal dari si penyuluhnya sendiri saja, tetapi juga sangat tergantung pada faktor-faktor eksternal. Faktor internal menyangkut kemampuan dan kwalitas dari SDM penyuluhnya yang ditentukan oleh tingkat kompetensinya dalam menjalankan tugas. Faktor eksternal yang menentukan adalah prerhatian serta dukunga dari pikah pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.
Dukungan pemerintah (pusat, propinsi, dan kabupaten/kota) meliputi unsur: kelembagaan, sarana, prasarana, SDM, pendanaan, aksesibilitas, regulasi, penghargaan, dan lain-lain.

Dukungan dari dunia usaha terutama dalam hal membuka peluang pasar, modal kerja, bimbingan kwalitas, dan dukungan kegiatan penyuluhan. Sedangkan dukungan dari masyarakat sendiri terutama dalam pemahaman dan kepedulian akan peningkatan mutu kehidupannya dan mutu lingkungan hidup sekitarnya.

III. PENUTUP

Guna mengantisipasi berbagai tantangan pembangunan kehutanan, maka sumber daya manusia (SDM) penyuluh kehutanan pada era otonomi daerah ke depan diharapkan dapat didukung oleh tenaga-tenaga fungsional yang handal dan profesional. Oleh karena itu, para tenaga penyuluh kehutanan haruslah memiliki kompetensi dalam menjalankan tugas dan fungsinya antara lain sebagai berikut:

1. Menguasai teknologi penyuluhan yang meliputi antara lain: metode, materi, komunikasi, teknik fasilitasi, dan teknik penyuluhan.

2. Menguasai teknologi pemberdayaan masyarakat yang meliputi pendampingan dan penguatan kelembagaan.

3. Memiliki pengetahuan substansi kehutanan yang meliputi: issu kehutanan, kebijakan kehutanan, lembaga kehutanan dan teknologi kehutanan.

4. Memahami sistem agrisilvobisnis yang meliputi: pengetahuan sosial ekonomi dan pemasaran di bidang agrisilvobisnis.

SUMBER BACAAN :

1. Alwis, Ir. 2003. Penyuluhan Kehutanan adalah Pemberdayaan Masyarakat. Majalah Kenari Edisi 34 Tahun 2003. Departemen Kehutanan. Jakarta.

2. Pusat Penyuluhan Kehutanan. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.

3. Hazanal Arifin, Ir.MSc dan Bambang Sigit, MM. 2004. Peran Penyuluhan Kehutanan dalam Pemberdayaan Masyarakat. Majalah Kenari Edisi 41 Tahun 2004. Departemen Kehutanan, Jakarta.

4. Sutrisno, D. 2004. Konsep Dasar Pemberdayaan Masyarakat. Majalah Kenari Edisi 41 Tahun 2004. Departemen Kehutanan, Jakarta.

4 komentar:

  1. setujuuu.. namun penyuluh kehutanan sekarang kondisinya berbeda sejak bergabung di BP4K.. masalahnya tidak ada sinergitas antar lembaga/institusi terkait dalam pembangunan sektor kehutanan terkait dengan penyelenggaraan penyuluhan kehutanan di tingkat bawah.. sehingga penyuluh kehutanan terlihat mlempem.. prihatin skalii...

    BalasHapus
  2. akuur.... akan tetapi di era otonomi daerah ini kayaknya keberadaan penyuluh kehutanan masih dipandang sebelah mata karena adanya stigma yang menyatakan bahwa penyuluhan kehutanan tidak menghasilkan PAD. tul...gak?????

    BalasHapus
  3. setujuuu.. namun penyuluh kehutanan sekarang kondisinya berbeda sejak bergabung di BP4K..

    AKE DUDI JAWAB : sebaiknya BP4K menyelenggarakan pertemuan koordinasi dengan lembaga terkait pembangunan kehutanan, untuk menginventarisasi masalah dgn masy desa sekitar hutan dan menentukan solusinya melalui metoda penyuluhan.

    BalasHapus
  4. penyuluhan kehutanan tidak menghasilkan PAD. tul...gak????? Emang proses penyuluhan itu kayak makan cabe, langsung terasa pedasnya !!!

    BalasHapus